Home Blog
Post
Cancel

Antara Matematika atau Fisika?

Semenjak tanggal 26 April 2017 berlalu, pertanyaan sederhana ini sering menetap di kepalanya:

Pilih Matematika atau Fisika?

Dua interest yang sama besar baginya. Matematika adalah dosis kesenangannya, tetapi di fisikalah bersemayam pertanyaan mendalamnya. Setahun dari sekarang ia harus memilih. Bisakah ia memilih dengan mantap dan yakin? Apakah ia akan menuruti intuisinya atau logikanya? Apakah ia akan lebih realistis atau idealis?

Mengenai pilihan yang lainnya, ia mengaku masih saja tidak bisa menikmati praktik dengan cairan-cairan dan bahan-bahan yang membuat kepalanya pusing (baca: kimia). Ia tidak bisa begitu saja mencintai bidang yang belum ia pahami dengan benar (baca: astronomi). Keduanya belum bisa disejajarkan dengan fisika dan matematika yang sudah menempati hatinya sejak lama.

Tak ada manusia yang bisa memastikan masa depan. Meski begitu, ia tak suka ketidakpastian. Ia ingin segera menetapkan tujuan yang jelas. Ia ingin membuat skenario-skenario lagi. Ia ingin segera membuat determinasi diri sedini mungkin. Ia tak ingin terombang-ambing di antara dua bidang yang objeknya sangat berbeda (tapi ada yang mirip sih). Tapi pilihan ini sulit. Ia harus menimang-nimang lebih lama lagi. Ia harus lebih mengenal dirinya sendiri lebih dalam lagi. Ia harus memperhitungkan sebab dan akibat dari pilihan-pilihannya. Ia harus lebih banyak berdoa agar tidak salah langkah.

Mari biarkan dia menganalisis pilihan-pilihannya.

Matematika

Dia mungkin tidak terlalu pandai dalam menghitung angka, tetapi ia tidak merasa minder ketika mengatakan ia menyukai matematika (karena dia tahu betul apa gunanya kalkulator). Apa yang membuatnya jatuh cinta pada adalah keteraturan, keindahan, kehebatan, dan hard logic-nya matematika.

When our every day things described by mathematics, it’s feels beautiful.

Matematika layaknya bahasa alam. Dan mendalami serta memahami alam adalah salah satu tujuan hidupnya. Tak hanya itu, dia juga ingin menemukan; menemukan hal baru ataupun solusi permasalahan (apapun itu) yang dapat berguna untuk kehidupan manusia. Itulah yang membuat matematika, dengan teknik pemodelannya, sangat powerful.

Alasan konyolnya (tapi berpengaruh) dalam memilih matematika adalah karena matematika itu murah (tapi tidak murahan). Ya, murah. Doing math sehari-harinya hanya memerlukan pulpen, kertas, dan otak yang fokus. Tidak ada praktek lapangan yang melelahkan. Tidak ada alat-alat berat. Relatif tidak perlu laboratorium yang wow. Tidak ada yang mahal. What essential is your head, your capability to communicate verbally, your data, and maybe a capable computer.

Hm.. Tapi ada kemungkinan dia merasa matematika adalah obat untuk keinginan lamanya yang tidak bisa ia wujudkan. Keinginan lama yang harus pupus karena kebodohan dan keteledorannya. Ia memilih matematika karena mereka berdua berkerabat dekat. Dia mungkin akan terbuka untuk menuliskannya dikemudian hari.

Ia pikir ini adalah pilihan yang paling sulit dari segi kompetisi. Tapi ia tidak terlalu memedulikan kompetisi. Ia hanya perlu menetapkan tujuan, berdoa, lalu mengejar kesempurnaan (meski kesempurnaan tak harus dan tak mungkin ia raih).

Fisika

Izinkan ia mengungkapkah ini terlebih dahulu:

PHYSICS IS FREAKING COOL!

Serius. Jika kau belum mengerti, tenggelamlah ke dalam lautan ilmu fisika dan kau akan terjublek dengan keindahan, keteraturan, misteri, manfaat, juga dingin dan hangatnya alam yang fisika bahas.

Kenapa fisika? Bagi ia, mengeksplorasi fenomena fisika adalah candu. Berhasil memahami fisika adalah bagaikan menggenggam dunia (Stop! Tulisan ini bukan puisi!). Semakin ia memahami cara alam bekerja, semakin ia menghargai ciptaan-Nya; semakin ia bersyukur telah dihidupkan di dunia; semakin ia bahagia. Basically people want happiness, right?

Singkatnya, mungkin tulisan yang menampar ini cukup mewakili sebagian besar alasan lain (terima kasih Kak Steve, menyelamatkan ia dari susahnya menuliskan gagasan dan unek-unek seperti itu). Ia tak perlu menambahkan penjelasan lagi (mungkin di lain tulisan).

Untuk fisika, mungkin inilah alasan konyol (yang sedikit pengaruhnya) kenapa ia mempertimbangkan bidang yang kata orang sulit dimengerti sebagai fokus akademiknya: karena itu saran dari Elon Musk. Muahaha 😀 (ia sama sekali tidak menyangkal bahwa ia terkagum-kagum dengan semangat dan idealisme the iron man of the real world ini).

Itu. Sekarang ia tak punya pemikiran lagi apa yang harus ia tuangkan dalam perdebatan diri ini. Eits.. Tapi masih satu kata yang penting: Inovasi. Dia ingin berinovasi. Ia menyukai hal baru dan membenci ketidakberdayaan menghadapi masalah. Entah bidang apa yang akan ia tekuni, ia ingin menjadi problem-solver dari masalah-masalah di sekitarnya (terpacu karena dia gampang mengeluh dan ambekan in silent). Dia tak ingin sekedar bekerja dan mengisi perut. Ia harus berguna dengan passion-nya. Iya, harus.

Oke, cukup sampai di sini. Ia akan menulis jawaban dari pertanyaan tulisan ini tahun depan. Semoga masa TPB mencerahkannya dan semoga ia tidak lupa.

يَـأَ يُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِذَاقِيْـلَ لَكُمْ تَفَـسَّحُوْافِيْ الْمَجَلِسِ فَافْـسَحُوا يَفْـسَحِ اللهُ لَكُمْۖ وَإِذَا قِيْـلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَتٍۗ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبْيْرٌ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kalian, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untuk kalian. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui atas apa yang kalian kerjakan.” (Qs. Al-Mujadilah: 11)

This post is licensed under CC BY 4.0 by the author.