Halo, dunia.
Setiap hari aku membuka mata, tepat menatap jendela. Aku tahu dunia lewat jendela itu. Di sini, kadang benderang tapi lebih sering gelap.
Gelap. Mungkin itu deskripsi kehidupan yang paling apa adanya. Lebih banyak gelap dari pada terang. Mungkin lebih banyak zat gelap dari pada bintang bersinar. Lebih banyak yang tak terlihat daripada yang terlihat.
Bahkan aku pun tidak bisa melihat pikiranku sendiri. Bersusah payah di sini aku memproduksi kata, tak menemukan makna, yang di balik itu ada hati yang mendorong-dorong diri untuk membuka. Membuka apa yang lebih baik dibuka.
Aku butuh terang. Aku butuh cahaya. Aku butuh keluar dari kegelapan.
Bukankah itu yang akan terjadi pada akhirnya? Akan terbuka semuanya.
Namun, apakah perlu untuk membuka tidak di akhir? Apa untung, apa rugi?
Aku melihatnya sebagai bentuk kesiapan, kesiapan untuk membuka dengan lega. Ya, pada akhirnya, akan terbuka semuanya.