Home Blog
Post
Cancel

3 Pelajaran dari the Simple Guide to a Minimalist Life

Kurangi rasa takut, perbanyak harapan; makan lebih sedikit, kunyah lebih banyak; kurangi mengeluh, bernapaslah lebih banyak; kurangi omelan, perbanyak percakapan; perbanyak rasa cinta, dan semua hal baik akan menjadi milikmu. — Pepatah Swedia

Buku mungil ini ditulis oleh Leo Babauta. Jauh sebelum aku menemukan buku ini, aku sudah sering membaca tulisan sang penulis di blognya, zen habits. Aku bahkan sudah mencoba mempraktekkan beberapa saran-sarannya tentang kebiasaan-kebiasaan zen bertahun-tahun lalu dan merasakan manfaatnya. Tetapi dunia ini semakin khaotis dan kehidupan seorang manusia tidak akan semakin mudah seiring bertambah umurnya, tentu. Itulah mengapa akhir-akhir ini aku merasa butuh untuk mempelajari lagi zen habits, atau konsep sejenis yang lebih familiar istilahnya di telinga semua orang: prinsip minimalis.

Tiga pelajaran ini bukanlah prinsip-prinsip minimalis, tetapi pelajaran-pelajaran terpenting yang bisa aku ambil dari buku The Simple Guide to a Minimalist Life, ditambah dengan pandanganku sendiri_._

1. Orang-orang sebenarnya cukup

Jika ada seseorang yang mengeluhkan kekurangan sesuatu (harta, waktu, misalnya) besar kemungkinan ia sebenarnya berkecukupan. Rasa cukup itu berasal dari dalam diri. Ini adalah mindset pertama dan paling utama yang harus dibangun jika ingin menerapkan prinsip hidup minimalis. Untuk mendapatkan rasa cukup itu, kita harus mau berhenti sejenak di dalam kesibukan kita, di dalam kesempitan-kesempitan yang kita rasakan, kemudian memberi ruang untuk berpikir dan berefleksi. Apa aku benar-benar kekurangan? Apakah yang telah aku miliki sekarang tidak bisa memenuhi kebutuhanku? Benarkah?

Aku menyempurnakan ide “rasa cukup” ini dengan ide “bersyukur dan bersabar”. Aku tidak ingin menafikan bahwa ada segelintir orang yang memang benar-benar kekurangan — di sinilah ide “bersabar” itu berperan. Tidak semua orang bisa langsung terjun menikmati kolam rasa syukur. Seringkali (dan memang hakikatnya) kita harus bersabar untuk beryukur.

Di saat sekarang, butuh bersabar agar bisa bersyukur, merasa cukup. Setelah itu, bersabar lagi menghadapi perkara lainnya. Atau bersabar untuk tidak melakukan hal yang lebih dari cukup.

Ide tentang cukup ini mengingatkan aku pada salah satu Prinsip Ericksonian yang sering digunakan di dunia coaching: people are resourceful. Aku pernah membahas tentang ini di tulisan ini: Shortucut Agar Husnudzon.

2. Mengurangi komitmen, terhadap entitas apapun

Aku memandang ini sebagai suatu pola pikir untuk menghadapi kenyataan bahwa komitmen itu bisa tidak hingga, tetapi kapasitas kita terbatas. Komitmen mengimplikasikan tanggung jawab. Sadarkan bahwa tanggung jawab kita saat lahir ke dunia saja sudah banyak? Sebagai manusia, sebagai diri kita sendiri, sebagai anggota keluarga, sebagai warga negara, sebagai bagian dari masyarakat… teruskan sendiri.

Sedikit komitmen itu lebih baik. Sedikit komitmen dengan hasil terbaik itu lebih baik lagi. Aku tidak memandang ini sebagai suatu sikap escapist atau menghindar dari tanggung jawab. Justru tanggung jawab itu diminimalkan sebelum itu diamanahkan pada kita, bukan setelah kita mendapatkannya_._

Kepemilikan pada suatu barang adalah suatu tanggung jawab juga. Hakikatnya kita harus berkomitmen untuk menjaga dan merawat barang tersebut selagi kita miliki.

Hanya buatlah komitmen yang benar-benar penting bagi kita.

Hanya simpanlah barang-barang yang benar-benar kita butuhkan.

Memang, ada orang dengan kapasitas yang sangat besar yang bisa memegang banyak komitmen. Tapi hey, kuncinya adalah berhenti sejenak, berpikir dan berefleksi. Apakah ini memang benar-benar penting? Apakah aku benar-benar sanggup menjaga komitmen ini?

3. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan cara-cara pemenuhannya yang unik

Meski dikatakan bahwa menjadi minimalis adalah suatu cara hidup lahiriah yang sangat memerdekakan bagi banyak orang, tapi tidak pernah ditemukan satu prosedur atau cara-cara yang cocok untuk semua orang. Karena menjadi minimalis bukan berarti kita harus dengan ketat melakukan hal A, B, C, yang dilakukan oleh minimalis lainnya. Setiap orang memiliki kondisi dan kemampuannya masing-masing. Sehingga, there is no one solution for all. Yang dijadikan acuan adalah prinsip-prinsipnya.

Ah, ingin rasanya aku sebutkan lagi bahwa kuncinya adalah berhenti sejenak lalu berpikir dan berefleksi. Karena itu penting sekali.

Akan ada tulisan 3 Pelajaran lainnya, insya Allah. Ini adalah bagian dari target capaianku di tahun 2021 untuk bisa membaca satu buku berbeda tiap satu pekan.

Sedikit curhat di pekan ini: Cobaan kesibukan mulai datang! Buku yang sudah dijadwalkan aku baca, ternyata pembatas bukunya berhenti di halaman 9 selama hampir 5 hari berlalu, haha! Memang harus tetap fleksibel mengatur ulang strategi, sehingga rantaian tulisan ini tidak terputus hanya karena aku mengganggap diriku “tidak punya waktu”. But all is well, keep going!

This post is licensed under CC BY 4.0 by the author.