Sebagai seorang Asisten LTPB di masanya, aku menghadiri acara Syukuran Tutup Tahun Asisten LTPB yang diselenggarakan pada 14 Desember 2019 silam. Salah satu agendanya adalah pemaparan materi tentang coaching (ya, syukuran pun harus sambil belajar). Dari momen itu, aku mengingat betul suatu konsep yang pembicara sampaikan tentang bagaimana caranya agar kita bisa “segera” berempati pada couchee atau siapapun yang sedang bercerita pada kita atau sedang kita coba pahami kehidupannya. Saat itu, cara aku memandang orang lain berubah, tepat ketika aku sedang lelah-lelahnya dengan manusia.
Konsep ini dinamakan The Five Ericksonian Principles. Suatu konsep yang digunakan sebagai awalan cara melihat orang yang belum kita pahami seluk beluknya. Suatu jalan pintas agar bisa husnudzon. Aku jabarkan dengan interpretasiku sendiri.
1. People are okay as they are.
Berbicara secara statistik, manusia sebenarnya baik-baik saja dengan siapa dirinya. Tidak ada yang salah dengan jadi pendiam, misal. Tidak ada yang salah dengan jadi orang aneh. Salah atau jahat itu baru muncul ketika manusia menyalahi fitrahnya, atau melakukan keburukan pada dirinya sendiri, apalagi orang lain.
2. People already have all the resources withen them to achieve what they want.
Kadang manusia mengeluh dia tidak bisa A karena tidak punya modal, tidak bisa B karena tidak ada kesempatan. Sebenarnya, bisa saja! Memang, sumber daya yang terlihat tidak akan langsung menjawab kebutuhan/keinginan mereka, tapi segalanya bisa dimulai dari apa yang mereka punya saat ini.
3. People always make the best choice they can at the time.
Dengan pengetahuan dan pemahaman tentang dunia yang manusia miliki sekarang, mereka akan membuat pilihan terbaik yang bisa mereka pikirkan saat itu.
4. Every behaviour has a positive intention.
Kalaupun intensi baik itu tidak terlihat, ia akan ditilik dengan mudah. Intensi baik ini serendah-rendahnya untuk dirinya sendiri.
5. Change is inevitable
Bagaimana pun sulit atau mudahnya kehidupan, manusia masih bisa dan akan belajar, tumbuh, dan berubah. Ya, kelima prinsip tersebut tidak selalu pas digunakan untuk semua keadaan. Ada kondisi-kondisi tertentu yang menuntut kita untuk mempertanyakan niat dan pribadi orang lain, serta jeli dan kritis dalam menghadapinya. Setidaknya dari 5 panduan di atas, kita tidak terjebak menjadi orang yang cepat memberikan penghakiman, berlaku su’udzon, dan mudah kecewa.
Wise people give best judgement at the right time and in the right way.