Home Blog
Post
Cancel

Belajar IELTS: Alasan, Strategi, dan Tips | An Immersive Approach

Hai, kamu! Ingin daftar beasiswa? Apply S2 atau S3? Bergelut dengan pendaftaran Visa? Selamat berjuang!

Ada yang bilang sertifikat kemampuan bahasa Inggris itu bottleneck dari rencana ambisius kita. Kalau nilai tesnya tidak sesuai harapan, ya tak akan berangkat. 😥

Mari siapkan teh atau kopimu, karena di sini saya ingin berbagi tentang pola pikir dalam belajar bahasa Inggris, pengalaman mempersiapkan IELTS, dan berbagai tips meningkatkan skornya. Ini datang dari orang yang hampir selalu kesulitan menjelaskan grammar dengan proper tapi alhamdulillah dapat skor IELTS 7.0+. 🙌


Notifikasi sehari-hari mendekati hari-H IELTS.

💬 Mengapa tes Bahasa Inggris?

Pernah membayangkan diri bisa menjadi anggota masyarakat lokal yang bahagia, sekaligus anggota masyarakat global yang berwawasan luas?

Sudah menjadi fakta bahwa wawasan luas tersebut ada di berbagai belahan dunia. Dan tentu, sebagian dari kita, yang muslim, perlu memiliki mindset untuk terus menuntut ilmu ke mana saja, ke siapa saja, sedalam-dalamnya. Ambil yang baik, tinggalkan yang buruk. Ubah ilmu menjadi manfaat.

Sekarang, salah satu dari sekian banyak “kunci” yang bisa membuka banyak pintu wawasan itu adalah bahasa Inggris. Menjadi orang yang kompeten berbahasa Inggris (dan berbahasa secara umum) mestinya jadi salah satu prioritas utama orang yang ingin punya wawasan global.

Salah satu pemicu untuk terus meningkatkan suatu kompetensi adalah dengan mengikuti tes evaluasi yang terstandardisasi.

Saat itu, saya berada di tingkat 2 kuliah dan mulai terpikirkan untuk lanjut studi ke jenjang yang lebih tinggi. Hampir pasti, saya akan membutuhkan sertifikat bahasa Inggris. Wah, saya tidak punya satu pun.

Dengan itu, ada beberapa pilihan.

🇬🇧 IELTS atau 🇺🇸 TOEFL?

Untuk kasus saya, kesempatan yang kebetulan terbuka adalah belajar IELTS. Ada dekat programnya, ada teman belajarnya. Ya sudah, itulah yang dipelajari. Namun, baiknya kita bertanya dari awal, kenapa harus IELTS?

Di kala itu, ada mitos bahwa IELTS lebih susah daripada TOEFL. Oh, kalau begitu, kenapa tidak sekalian belajar untuk yang susah? Istilahnya, menargetkan bintang agar jatuh di antara awan-awan. 👌

Tapi, jangan menjadikan lebih susah/mudah ini sebagai patokan utama. Apalagi hanya bermodal “kata orang” yang bisa jadi preferensi dan tujuan orang ini berbeda dari kita.

Nah, tujuannya apa? Kenapa butuh sertifikat kemampuan bahasa Inggris? Akan ditunjukkan ke siapa dokumen ini?

IELTS is the bottleneck.

Dalam konteks mendaftar ke program pendidikan, kita harus mengecek terlebih dulu tes mana yang diterima oleh institusi yang dituju. Sepengetahuan saya, TOEFL lebih dipilih oleh institusi di Amerika, sedangkan IELTS jangkauannya lebih luas. IELTS punya opsi tes akademik dan tes untuk umum. TOEFL hanya ada yang bersifat akademis.

Kalau keduanya bisa jadi pilihan, mari lihat karakteristik tiap komponen ujiannya, lalu cocokkan sesuai preferensi kita. Ini hasil observasiku:

  • Listening: IELTS hampir selalu menggunakan aksen British yang pengucapannya (pronunciation) cenderung lebih jelas; tapi TOEFL menggunakan aksen Amerika yang kemungkinan besar lebih familiar di telinga orang Indonesia.
  • Reading: di IELTS sumber tulisannya lebih beragam, kadang harus berpikir keras dulu sehingga membutuhkan comprehension skill yang lebih tinggi; di TOEFL jawabannya cendering pasti kelihatan di teks, tapi tulisannya sangat akademis sehingga kosa katanya lebih nendang.
  • Writing: kurang lebih sama, di IELTS ada paper-based test jadi bisa menulis dengan tangan. (perhatikan bahwa TOEFL ITP yang paper-based ini sudah mulai jarang diterima)
  • Speaking: di IELTS kita diwawancarai native speaker langsung secara face-to-face, jadi bsia lebih santai… atau tegang! Di TOEFL kita merekam sendiri jawaban ke komputer dengan menggabungkan sedikit kegiatan reading dan listening.
    • Hati-hati! Pronunciation British dan American banyak perbedaannya, loh. Coba cek kata “awesome“. Di IELTS, nilai kita bisa dipenalisasi kalau pengucapannya tidak mengikuti aturan British English.

Becanda.

Silakan teliti kebutuhanmu dan pertimbangkan.

Suatu titik, karena saya sudah mantap menargetkan lanjut kuliah ke Inggris atau negara-negara persemakmurannya, maka saya mengutamakan IELTS. Ya, dengan begitu tulisan ini akan bicara tentang IELTS. 💪

🤔 Apa memang harus belajar dari sekarang?

Iyaaa! Mari belajar dari sekarang

Dengan dimulai dari sekarang, kita punya keleluasaan untuk membuat proses belajarnya jadi lebih menyenangkan. Learning should be fun. Learning for taking an English test, too, should be fun.

Satu prinsip yang saya pegang tentang belajar adalah buat prosesnya setidakmenyakitkan mungkin. 😊

Wrong… wrong way to do it, bro.

Belajar yang tidak menyakitkan dan seru bukan berarti tidak sulit, ya. Akan ada masanya kita bertanya: Kenapa bagian ini susah sekali? Kenapa saya tidak kunjung berkembang?

Di situlah dibutuhkan niat yang kuat dan kekonsistenan.

Tapi pertanyaannya, harus seberapa banyak porsi belajar IELTS di jadwal kita sehari-hari?

Untuk tahu jawaban itu, ada beberapa faktor yang perlu dilihat: kemampuan saat ini dan kebutuhan.

Jika butuh sertifikatnya dalam waktu dekat dan sama sekali belum pernah belajar untuk IELTS, saya sarankan teman-teman memiliki persiapan intensif minimal dua bulan, terlepas dari target seberapa besar gap antara realita dan ekspektasi.

Kalau kita masih bermasalah dengan grammar, ada baiknya fokus memperbaiki grammar sebelum belajar untuk ujian apapun. Apa batasan “tidak bermasalah dengan grammar”? Menurut saya sih, sudah…

  • tidak bingung lagi dengan tenses berjenis simple, continous, perfect, dan kombinasinya, termasuk dimasukkan dalam konteks past, present, ataupun future;
  • dikit-dikit bisa membuat conditional tenses; serta
  • ngerti cara pakai gerund dan auxiliary verbs.

Itu tanda-tanda saja, ya. Meskipun sudah bisa ketiga poin tersebut, tentu grammar kita bakal terus diasah. Apalagi di IELTS ini kita dituntut untuk bisa luwes menggunakan kalimat kompleks dan terhindar dari kesalahan-kesalahan yang kelihatannya minor tapi bisa menurunkan skor.

Ketika ada niat mengambil IELTS, saya merasa sudah cukup nyaman dengan grammar yang aneh-aneh, meskipun tidak selalu bisa menjelaskan aturan-aturannya. How? Yes, right, pake feeling! Bermodal feeling tapi jawabannya benar. 😎

Saya yakin ini adalah hasil belajar by immersion selama bertahun-tahun.

from Cambridge Dictionary

🌈 Learning by immersion (almost)

Siapa yang ngasih tahu caranya? Gak tahu. Natural aja. Memang itulah cara kita belajar bahasa ibu kita, bukan?

Kenapa almost? Karena sebenarnya saya tumbuh tidak dikelilingi oleh native speaker. Sama sekali tidak. Interaksi saya dengan bahasa Inggris terbatas pada buku-buku dan dunia digital.

Waktu awal belajar bahasa Inggris di SD, saya malas. Dari pada hafal-menghafal, saya ubah saja seluruh interface handphone ke dalam bahasa Inggris. Saya memperbanyak main game The Sims, Age of Empires, dan Rollercoaster Tycoon. Masuk SMP, demam Jejepangan datang, saya membaca manga dan menonton anime selalu dalam terjemahan bahasa Inggris-nya (lumayan kan, sekalian belajar Nihongo juga, haha). Ditambah pula dengan baca novel dan nonton film-film Harry Potter. Pasif sekali belajarnya. Tapi dilakukan hampir di setiap waktu luang.

Suatu ketika di SMP, saya punya tugas menulis essay pendek berbahasa Inggris. Essay saya hampir disangka hasil menyontek karena katanya sudah ekspresif sekali, pakai vocabulary macam-macam. Untungnya, masih ada salah grammar di sana-sini, sehingga guru tidak memvonis sepihak. Saat itu, saya baru sadar bahwa belajar bahas Inggris ini tidak bisa pasif saja kalau ingin maju. Harus aktif (menulis dan berbicara) serta suatu saat nanti berani ngambil tes.

Kemudian saya mulai banyak menulis. Nulis di diary! 😂

SMP kelas 3, menghitung hari-hari menuju lengser OSIS. 👋

Googling selalu berbahasa Inggris. Ikut lomba puisi bahasa Inggris. Bicara monolog bahasa Inggris. Mimpi berbahasa Inggris belum pernah sih (kebanyakan mimpi saya bisu), tapi thought process sudah sering pakai English.

Painful? Never. Sesekali ulangan jelek karena complex grammar-nya salah? Tidak ada penyesalan. Karena saya yakin, bahasa Inggris ini sudah jadi habit yang dipaktikkan sehari-hari. Belajarku bukan untuk tes, tapi untuk membentuk life-skills. I believe someday it will pays off.

And it does.

Jadi, kalau kamu masih punya banyak waktu seperti saya di jaman dulu, belajar dari sekarang, ya! Immerse yourself with the language! There’s no better option.

Apalagi punya target, pasti bisa akselerasi. Saya dulu tidak ada target spesifik tentang bahasa Inggris, jadi ya berkembangya juga agak alon-alon.

💯 Mengetahui kemampuanmu

Salah satu cara terbaik untuk memulai belajar adalah mengukur kemampuan kita menggunakan mock test atau tes simulasi. Ujian bahasa yang gratis atau harga bersahabat sudah marak diselenggarakan di berbagai tempat. Kita bisa mulai cek lembaga kebahasaan di universitas terdekat. Biasanya mereka suka mengadakan tes simulasi IELTS.

Sebagian dari kita ada yang malas bergerak ke luar. Nah, boleh tuh coba tes CEFR dari British Council EnglishScore secara online. Meskipun bentuk tesnya tidak sama persis dengan IELTS, di sana ada konversi nilai sepadan antara CEFR dan IELTS. Lumayan menggambarkan.

Kita juga bisa pakai cara “cerdas” atau mahal dengan menggunakan buku-buku Cambridge IELTS. Format soal-soalnya persis sama dengan tes yang sebenarnya. Ada kunci jawaban dan feedback untuk Writing examples.

Nah, pengalaman sendiri, saya pernah diprediksi oleh Kak Hafidz, seorang tutor bahasa Inggris di Asrama Salman ITB, bahwa skor saya sudah aman di atas 6. Tidak mau meraba-raba saja, saya mengikuti simulasi IELTS dari UPT Bahasa ITB pada Januari 2021. Seya mendapat skor Listening-6.5, Reading-9.0, Writing-6.0, tanpa Speaking, dengan prediksi skor keseluruhannya 7.0. Oh, di sini artinya Reading-nya udah oke banget, tapi masih banyak yang bisa diperbaiki di Listening dan Writing-nya. Saya bisa mengurangi fokus dalam meningkatkan performa Reading. Di sisi lain, saya yakin saat itu bahwa Speaking saya masih “kentang”.

Sangat melukiskan kondisi.

Oke, kita sudah punya gambaran skor keseluruhan atau overall band. Saatnya pasang target!

🎯 Memasang target

Sebesar apa kenaikan skor IELTS yang realistis?

Kalau punya banyak waktu, kita bisa menargetkan setinggi-tingginya.

Tapi kalau waktu yang tersedia kurang dari 6 bulan, dengan pembelajaran yang terencana baik dan intensitas moderat (ada kegiatan fulltime lain dan sebagian akhir pekannya dipakai belajar IELTS), saya rasa, realistisnya kita bisa menaikkan overall band maksimal 2 skor.

Why? Perasaan dan pengalaman pribadi 😁. Kamu harus tanya ke guru IELTS veteran kalau ingin dapat jawaban yang lebih akurat.

Menariknya, di sini soal-soal IELTS kan selalu gonta-ganti. Kadang di bagian Listening dapat percakapan yang temponya lebih kencang dari biasanya, kadang di Writing dan Speaking ada banyak unsur keberuntungan kalau kita dapat topik yang sangat familiar (argumennya bisa lebih well developed, banyak vocabulary yang udah diketahui, dll). Tentu ada kemungkinan skor hari-H ujian kita lebih tinggi atau rendah dari skor saat masa latihan. Amannya sih, kalau kita menargetkan overall band 7.0, maka skor kita harus cukup stabil di 8.0 ketika latihan.

Dari refleksi hasil tes simulasi di UPT Bahasa ITB, saya pasang target: nilai semua komponen tesnya minimal 7.0. Setelah sekian lama belajar, saya membuat target skor yang lebih detil lagi.

Target skor IELTS dengan berbagai skenario: ‘Realistic’, ‘Best’, ‘Worst’. Hasilnya di kolom ‘Actual’.

Mungkin ada yang berpikir, “Congkak sekali ya Anda, nulis band 7.0 sebagai Worst target!”

Yaah.. ini dibuat berdasarkan perkembangan belajar. Lagipula, jika nilai Worst tersebut kejadian, artinya:

  • Kemungkinan besar bahasa bahasa Inggris saya tidak improve;
  • Ada sebagian rencana masa depan yang harus dirancang ulang;
  • Mungkin saya akan re-take IELTS-nya. Nambah biaya kan ya. 😭

Jadi, di situ harapan saya sebenarnya cukup realistis dan optimis (harus dong!).

Akhirnya, saya mengambil tes IELTS pada bulan Februari 2022 di IDP Bandung. Dalam kurun waktu setahunan, ini gambaran effort yang telah saya lakukan:

  • Les Speaking-Writing online di IELTSpresso (Ramadhan 1441 H);
  • Ikut project Omdena dengan komunikasi full English (Mei – Juli 2021);
  • Masuk kelas speaking (umum) dengan BMKA Salman (September – November 2021);
  • Intensif belajar dengan kurikulum sendiri–kadang dibarengi teman, tapi 90% latihan mandiri (November 2021 – Februari 2022).

(Disclaimer: tulisan ini tidak disponsori siapa-siapa 🤣)

Alhamdulillah alhamdulillah alhamdulillah, atas izin Allah SWT saya diberi hasil yang mirip dengan Best target! Lihat kolom Actual di gambar sebelumnya.

🙋‍♂️ Kenali apa yang dinilai dan cara menilainya

Oke, bisa jadi kita cukup kaget dengan format IELTS ketika pertama kali ambil ujian simulasi.

Oh, di Listening ada orang telepon-teleponan, ngasih pengumuman, bercakap, dan mendengarkan kuliah, ya.

Oh, di Reading selalu baca essay.

Oh, tipe soalnya beragam, ya, bentuknya.

Dan seterusnya.

Nah, memahami apa saja bentuk soal yang mungkin diberikan, karakteristiknya, dan ekspektasi cara menjawabnya adalah hal-hal yang krusial sekali.

Di sisi lain, penilaiannya sangat rinci. Di Listening dan Reading, skor kita ditentukan oleh seberapa banyak jawaban benar dari tiap 40 soal yang diberikan. Straightforward. Kita bisa baca penjelasan tersebut di website resmi IELTS.

Untuk Writing dan Speaking, karena penilaiannya itu subjektif pemeriksa (biasanya native speaker), disediakanlah guide untuk menjelaskan kemampuan participant di tiap band, namanya Band Descriptors. Contohnya, di Writing ada:

  • Task achievement: seberapa jauh dan tepat kita menjabarkan tugas yang diminta dari soal;
  • Coherence and cohesion: sebarapa nyambung dan enak tulisan kita dibaca;
  • Lexical resource: seberapa tepat dan bervariasinya kosakata yang kita gunakan;
  • Grammatical range and accuracy: seberapa tepat dan bervariasinya tata kalimat kita.

Setengah perjalanan belajar IELTS saya dilalui tanpa memahami Band Descriptors Writing dan Speaking. Alhasil, tidak banyak kemajuan yang dialami. 😌

Your usual passive English user.

Kalau agenda belajarnya mandiri dan ingin terukur, kita harus benar-benar memahami makna dan keinginan dari Band Descriptors. Penting ya guys! Apalagi untuk teman-teman yang sulit mendapat akses ke orang yang paham IELTS dan bisa menilai keampuan Speaking dan Writing. Kita terpakasa harus menilai pekerjaan sendiri.

Tenang, setelah ini ada banyak resources yang bisa membantu kita memahami Band Descriptors.

📅 Buat rencana belajar

Oke, bagian sini sebenarnya bisa di-skip kalau kita mendaftar dan sepenuhnya memercayakan lembaga les. Tapi ini pentingpentingpenting sekali bagi kita yang mau belajarnya mandiri. Tanpa membuat rencana belajar, atau bahkan tiadanya kurikulum belajar, target menaikkan skor IELTS hanyalah angan semata.

Tentu saja, rancanglah dengan framework E-SMART. Specific, Measureable, Actionable, Realistic, Time-bounded. “E”-nya Empathetic. 😉

Empathetic. Pahami kebutuhan, batasan, dan cara belajar kita. Buat target dan rencana dengan se-considerate mungkin, ya. Tidak terlalu muluk, tapi terus nge-push zona nyaman kita. Tanya diri sendiri, sanggupnya segimana. Bangun support system. Karena sekalinya keluar rencana, gampang sekali untuk demotivated (mungkin saya aja sih 🥀).

Specific. Apa komponen tes yang paling urgen untuk ditingkatkan? Mana yang bisa dicicil, mana yang harus intens diasah? Kita bisa jawab ini dengan tepat kalau sudah pernah tes simulasi. Sekalian minta feedback dari teman yang udah pernah ambil IELTS, ya.

Sesuaikan komposisi belajar sesuai kebutuhan kita. Jika masih kesusahan di Reading dan Listening (misal, skor sekarang masih 2 band di bawah target), menurut saya ada baiknya kita memaksimalkan latihan di kedua komponen tes tersebut. Kenapa? Karena keduanyalah yang paling mudah untuk ditingkatkan secara terukur.

Measurable. Tentukan seberapa banyak kita harus belajar tiap hari/pekannya. Pasang milestones. Bahkan kalau bisa, gamifikasi proses belajarnya. Jadwalkan simulasi tes secara berkala untuk mengevaluasi perkembangan belajar kita. Catat nilainya, buat grafiknya-grafik agar kita makin termotivasi!

Menuju skor Listening yang stabil.

Skor Reading yang di akurasinya makin oke.

Hasil tes mandiri saya selama 3 bulan.

Saya sampai selalu menghitung rata-rata dan standard deviasi dari semua skor yang ada. 😂

Tapi ini betulan sangat memotivasi, guys! Saya merasa kompetitif dengan diri sendiri. 👊

Actionable. Jangan buat rencana belajar yang rancu seperti “meningkatkan spelling“, tapi tulis “menonton video tentang spelling dari X dilanjut latihan selama 30 menit”. Di setiap jadwal, sebisa mungkin perjelas sumber belajarnya dari mana. Misalnya, di tanggal 25 Maret kita akan belajar number spelling selama 1 jam dari Youtube IELTS Liz. Tulis sekalian tautan menuju videonya. Nah, ketika waktunya belajar, kita sudah langsung cuss meluncur!

Realistic. Ya, mengenai target skor sudah kita bahas. Dan sekali lagi, buat jadwal yang realistis dengan ketersediaan waktu dan energi kita–tentu setelah mengatur-atur prioritas.

Time-bounded. Tentukan kapan tanggal tes kita (atau tes simulasi full, kalau kebutuhan IELTS kita masih jauh). Buatlah spreadsheet bertuliskan tanggal-tanggal sampai hari tes. Untuk yang hari tesnya sudah mepet, rancanglah jadwal harian. Untuk yang agak santai, bisa buat target mingguan.

Saya sendiri membuat rencana belajar yang komprehensif di 3 bulan sebelum hari tes. Ini sedikit gambarannya:

Jadwal ambis realistis.

Saat itu saya ada beberapa kerjaan part-time, jadi agak sedikit luang. Tiap hari belajar minimal 1 jam. Ada kalanya sendirian, ada yang bareng teman. Materinya didapat dari berbagi sumber di internet, baik yang gratis maupun yang bayar. Yah, tentu saja di awal-awal rapi sekali, namun di tengah-tengah ada banyak gangguan. 😉

Tak apa, karena the process of planning is more important than the plan itself!

🚀 Tips Belajar

Oke, kita sudah paham mengenai apa-apa saja yang bisa membuat kita istiqomah mempersiapkan IELTS. Saatnya belajarrrrr! Belajar for life!

Di sini enggak banyak basa-basi, karena dalam menaklukkan IELTS, it’s all about practicing and implementing strategy.

Salah satu cara untuk memudahkan urusan kita ketika belajar IELTS adalah dengan cara mengintegrasikan konten belajar ke dalam kewajiban atau minat kita saat ini. Misalnya, jika sedang kuliah bisnis, ikutilah course-course dari Coursera atau tempat lain yang topiknya tentang bisnis. Jika minat kita ke fisika, banyak-banyaklah membaca artikel mengenai perkembangan fisika terkini. Dengan begitu, agenda belajar IELTS kita enggak bakal terlalu asing di kehidupan sehari-hari.

Ouch. Jangan dirasakan ketika tes yang sebenarnya.


👂 Listening

Banyak-banyaklah mendengarkan podcast berbahasa Inggris! Karena setting pas tes nanti bakal mirip dengan menikmati podcast. Di sana, kita dilatih untuk meningkatkan fokus dan listening comprehension skill.

Saya yakin, seberapapun jagonya seseorang, pengganggu utama Listening di hari-H adalah kehilangan fokus. 😶

Bagi yang telinganya belum terbiasa, biasakan dulu. Sambil beres-beres kamar, nyapu, nyuci, olahraga… dibawa santai~

Nah, ketika sesi khusus belajar, teslah kemampuan kita dengan menjelaskan ulang secara singkat apa yang sudah kita dengar selama 5 menit, misalnya. Lupa lagi? Dengarkan lagi sampai kita bisa menjelaskan.

Sebenarnya, melatih listening lewat menonton video pun sah-sah saja. Tapi, di sana ada bantuan visual yang membuat beban pendengaran kita jadi sedikit terangkat. Tidak akan semenantang jika hanya mengandalkan pendengaran.

Kita juga bisa latihan mendengar audiobook sembari membaca bukunya. Di situ ada proses mapping dari suatu unit suara (speech) ke teksnya, jadi sekaligus mempelajari spelling.

Nih, beberapa rekomendasi bahan konsumsi:

Kalau sudah nyaman dan cukup cakap menangkap ide-ide dari suatu pembicaraan, kita bisa naik ke level selanjutnya: meningkatkan kecepatan audio.

Saya pernah berada di suatu masa di mana saya mengikuti banyak program Coursera dan hampir semua videonya di-play dengan kecepatan 1.25x-1.5x. Selain karena alasan di atas, ini juga agar hemat waktu dan tidak mengantuk. 😝

Oh iya, biasakan juga untuk mendengar aksen British dan variasi-variasi dekatnya, ya! Bisa mulai dari Youtuber Ali Abdaal atau sekalian English with Lucy.

Saya akhiri bagian ini dengan tips dan trik dari Chris of IELTS Daily:

I’m a fan!


👀 Reading

Sebagian besar orang bakal bilang Reading itu paling gampang. Namun, banyak juga yang mengakui bahwa mereka kesusahan atur waktu di bagian sini. Akibatnya, ada soal yang dijawab asal-asalan.

Take the computer-delivery test. Problem solved.

Menurut saya, ada beberapa langkah terurut (harus berurutan, ya!) untuk bisa menguasai komponen tes ini.

  1. Udah oke dengan reading comprehension skill-nya ketika membaca. Nah, sebisa mungkin, membaca itu sambil menangkap makna atau meaning kalimatnya ya! Gak hanya menanda-naindai vocabulary, atau mata bolak-balik kanan-kiri.
    Kemampuan ini bisa dilatih dengan banyak-banyak menikmati artikel ilmiah atau jurnalistik (yang seninya tinggi) setiap hari. Saran: ScienceDaily, BBC Science, Science News, The Jakarta Post. Kalau latihannya mau lebih effort, di ScienceDaily biasanya ada summary artikel. Coba teman-teman baca dulu, lalu rangkum sendiri (sambil latihan writing), kemudian bandingkan dengan summary dari editornya.
  2. Terbiasa dengan berbagai paraphrashing, karena seringnya kalimat di soal adalah paraphrase dari kalimat di passage.
  3. Latihan dan latihan soal IELTS untuk meningkatkan akurasi jawaban.
  4. Latihan dan latihan soal IELTS untuk meningkatkan kecepatan.

Ketika langkah 1 dan 2 udah ceklis, langkah 3 dan 4 bakal terasa lebih enteng. 😊

Kemudian, ada juga yang debat. Mending baca dulu passage nya atau lihat dulu soalnya?

Ada juga yang ngeluh, computer delivery test gak bisa highlight banyak di passage. Jadi suka susah nyari lagi posisi suatu kata kunci. 🙄

Saya berani bilang, itu semua bisa dijawab dengan strategi ini:

Seriously, the best.

Singkatnya: baca paragraf per paragraf atau ide per ide, kemudian langsung jawab soal-soal yang berkaitan, sampai passage bagian itu tidak lagi ditanyakan di soal sisanya. Dengan begini, kita bisa benar-benar memahami teks; lebih akurat jawabnya; enggak serabutan nyari kata kunci; keteteran terlalu lama baca di awal; dan Reading di computer-delivery test pun tidak akan terlalu kesulitan.


✍ Writing

Kelakuan test-takers…

Wah ini nih, komponen tes yang paling butuh bantuan orang lain untuk bisa improve. Namun, bukan berarti kita tidak bisa memulai latihan Writing kalau belum punya tutor/mentor IELTS. Ini steps yang bisa kita usahakan (tak harus berurut).

  1. Biasakan menulis untuk mengeluarkan isi pikiran. Ini penting karena nanti waktu kita sangat terbatas. Ada 2 tugas yang harus dibereskan dalam 60 menit. Ditambah lagi ada minimal jumlah kata yang harus dipenuhi.
    Mulai dari hal sesederhana melaporkan kegiatan kita sehari-hari. Tidak perlu memikirkan bagaimana konten atau tata bahasanya, cukup kejar batas minimum kata/karakter yang kita targetkan.
    Untuk yang paper-based, biasakan menulis cepat DAN terbaca; untuk yang computer-based, berlatihlah mengetik dengan 10 jari.
  2. Banyak-banyak menulis dalam bahasa Inggris. Tentu saja. Kalau tidak biasa, kadang vocabulary yang kita kuasai ketika latihan malah tidak keluar di tes, karena faktor panik.
  3. Biasakanlah menulis terstruktur dan berparagraf. Di suatu essay, ada bagian pembuka, isi, penutup. Di tiap paragraf ada inti ide, penjelasan, dan contoh. Organisasikan paragrafnya secara logis.
    Bingung menambah argumen untuk jawaban essay? Selain memperbanyak baca tentang wawasan umum, bacalah bank ide untuk Writing Task 2 di sini: IELTS Tips dan Trik oleh Ibham Veza.
    Aku sendiri latihan dengan menulis beberapa essay di blog ini. 😉
  4. Biasakanlah menulis ala-ala soal IELTS.
    Task 1: reporting data/charts/map/process.
    Task 2: delivering argumentations about an issue.
    Kit bisa menggunakan bank soal di sini: IELTS Daily Writing Model Answers
  5. Latihan dengan suasana the real test. Kasih timer! Kemudian evaluasi dan fokus untuk memperbaiki kelemahan. Deliberate practice.

Kadang merasa Task 1 dan 2 kita sudah melewati minimum kata, grammarnya kece, dan idenya developed. Tapi kok nilainya masih di bawah ekspektasi? Jangan-jangan, kita anjlok di penilaian Task response (lihat Band Descriptors Task 2 dan Task 1).

Di bawah ini adalah contoh pengorganisasian paragraf yang bisa mebantu kita memenuhi task response dengan lebih efektif:

Task 2 paragraphs ideas

Checklist for Task 2

Jangan lupa ikut acara-acara workshop dari lembaga resmi penyelenggara IELTS seperti IDP atau British Council, ya. Tips yang mereka kasih selalu pro.

Kalau kita ingin coba analisis tulisan kita sendiri, tidak ada salahnya memakai Grammarly untuk mengecek grammarnya, atau perhatikan bagaimana essay Task 2 dinilai di video ini:

Seriously, I love his videos.


🗣 Speaking

Gak ada cara lain untuk lebih cakap di bagian sini selain latihan bicara yang buanyak!

Praktikkan bahasa Inggris dengan lawan bicara dalam konteks harian, pekerjaan, atau pendidikan itu sebenarnya lebih ampuh (karena kepaksa/mau gak mau kan ya. 😂

Sulitnya was wes wos. Terima kasih, saya, yang sudah menyemangati diri sendiri.

Nah, untuk kita yang masih butuh latihan mandiri, di bawah ini ada beberapa tips.

Geli menulis diary? Cobalah audio diary. Bicarakan tentang hari ini sambil direkam. Dengarkan rekamannya, evaluasi, perbaiki, ulang.

Atau sebaliknya, kita bisa melakukan semacam “daily stand-up meeting” pagi-pagi dengan diri sendiri, menjelaskan agenda dan goals apa saja di hari ini. Rekam, dengarkan, evaluasi, perbaiki, ulang.

Targetkan untuk tidak banyak jeda, self-correction, dan kebingungan mencari-cari vocabulary.

Hesitation is the enemy of fluency.

Saya tidak menyarankan teman-teman untuk menulis apa yang akan dikatakan sebelum berbicara, karena akan beda sekali rasanya dengan tek-tok langsung. Lebih baik, jawabannya dipikirkan di kepala saja, bahkan paralel dengan berbicara. Itu lebih menggambarkan proses tanya-jawab yang sebenarnya di Speaking IELTS. Pasti susah kalau belum biasa, tapi saya yakin itulah cara belajar yang lebih baik. 😉

Ini berbagai resources yang saya rekomendasikan:

  • Semua video speaking IELTS Daily (Have I said that I love IELTS Daily?), untuk dipelajari cara jawabnya, spelling, idioms, collocations, etc. Kalau beruntung, kamu bisa ketemu Chris lewat Zoom di live session dan dapat feedback langsung;
  • App IELTSAce atau IELTS Speaking, untuk memperbaiki pronunciation dan dinilai secara otomatis menggunakan teknologi speech processing;
  • ELSA Speak, untuk memperbaiki pronunciation juga, di luar konteks IELTS;
  • Ekstensi browser Chrome/Edge Cambridge Dictionary Lookup, untuk cek spelling British English dengan cepat.

Sebenarnya sumbernya ada banyak lagi. Silakan teman-teman eksplorasi sendiri, sesuaikan dengan kebutuhan dan kecocokan kalian.


Whoaw, banyak juga! 😮

Tolong, persiapan IELTS ini jangan dianggap sepele! Persiapkan dengan serius agar tidak menyesal sudah bayar mahal karena skornya masih mengecewakan. 🙏

Tabunglah biaya tesnya dari sekarang. Book-lah jadwal tes di tanggal paling enak dan lokasi yang paling cocok. Jika memungkinkan, surveylah dahulu gedung dan fasilitasnya untuk menentukan apakah mau ambil ujiannya di kantor British Council, IDP, atau tempat lainnya. Sebelum hari H, tidurlah yang cukup agar ketika mengisi soal, badan dan pikiran kita fresh, fit, dan bisa berkonsentrasi penuh. Mendekati jam tes, jangan terlalu banyak minum atau makan macam-macam biar tidak bolak-balik kamar mandi (ini bisa sangat mengganggu). Tahu lah ya, berbagai persiapan logistik, mental, dan emosional untuk tes apapun itu.

Saya yakin proses ini akan menjadi investasi masa depan, baik dari sertifikat IELTS-nya, kemampuan bahasa Inggris-nya, atau kegigihan belajar yang sudah kita bentuk.

Semoga tulisan ini bisa membantu kamu menyiapkan tes IELTS dan rencana-rencana setelahnya, ya!

Terus berdoa, berusaha, ikhlas, dan luruskan niat! 💪💪💪

This post is licensed under CC BY 4.0 by the author.